Filsafat Cinta
Setiap
orang pasti pernah pacaran, setidaknya sekali dalam hidupnya. Setiap suami
pasti pacaran dulu dengan calon istrinya. Setelah mantap, baru mereka menikah.
Kalo tidak mantap, yah putus, dan cari pacar lagi. Saya juga yakin, anda pasti
pernah pacaran sebelumnya. Ya kan?
Setiap
orang juga tahu, bahwa komponen terpenting dari pacaran adalah cinta. Ya,
cinta! Namun, banyak orang kesulitan, ketika diminta menjelaskan, apa itu
cinta? Ratusan pemikir dan ilmuwan mencoba mendefinisikan arti kata itu. Namun,
tak ada yang sungguh bisa menjelaskannya. Atau, jangan-jangan cinta itu hanya
bisa dirasa, tapi tak bisa dijelaskan dengan kata-kata? Bagaimana menurut anda?
Yang
saya tahu, cinta itu punya enam komponen. Anggaplah saya punya teori sendiri
tentang cinta, semacam filsafat cinta. Enam komponen itu adalah hasrat,
kehadiran, komitmen, akal budi, berkembang, dan paradoks. Bingung? Tenang..
saya akan jelaskan satu per satu.
Hasrat
Komponen
pertama dari cinta, menurut saya, adalah hasrat. Hasrat adalah keinginan yang
membakar hati, dan mendorong kita untuk bertindak. Hasrat adalah sumber dari
dorongan hidup manusia, yang membuat kita bangun di pagi hari, dan mulai
melakukan aktivitas.
Jadi
pada hemat saya, salah satu komponen utama cinta adalah hasrat, dan hasrat itu
sudah selalu ada dalam diri manusia, apapun agama, ras, ataupun etnisnya.
Hasrat yang mendorong kita untuk mencintai, pacaran, menikah, punya anak, dan
sebagainya. Hasrat yang mendorong kita untuk hidup. Tanpa hasrat, kita bagaikan
mayat hidup berjalan.
Kehadiran
Komponen
kedua, menurut saya, adalah kehadiran. Cinta itu butuh kehadiran, baik
kehadiran fisik, maupun kehadiran hati. Orang yang mencintai harus “hadir”
dengan seluruh dirinya untuk yang dicintai, untuk menemani, membantu, dan
berjalan bersama dengan orang yang dicintainya. Kalo tidak hadir, maka apa
gunanya pacaran, apa gunanya mencintai? Itu sama saja dengan “tidak mencintai”
Jadi
intinya, orang pacaran itu harus punya cinta, dan cinta itu tandanya adalah
kehadiran, baik kehadiran badan, hati, maupun pikiran. Tanpa kehadiran, pacaran
itu cuma basa-basi, formalitas, atau sekedar menaikan status sosial. Kalau itu
yang terjadi, semuanya jadi sia-sia. Kita jadi orang dangkal yang tak punya
idealisme.
Komitmen
Komponen
ketiga dari cinta, menurut saya, adalah komitmen. Komitmen adalah kesetiaan
pada janji. Bukan hanya setia, tetapi janji itu dijalankan, ditepati, sampai
sedetil-detilnya, dan jangan ditawar-tawar, kalau sudah disepakati.
Pokoknya,
cinta itu harus diikat dengan komitmen, baru sungguh menjadi cinta sejati yang
menjadi penguat kehidupan, dan sumber kebahagiaan. Cinta tanpa komitmen itu
seperti sambal tanpa cabe, artinya yah bukan sambal sama sekali. Ga ada
gunanya. Masing-masing cuma menipu diri. Kita tidak hanya menipu orang lain,
dengan mengaku mencintai dia, tetapi juga menipu diri sendiri.
Akal Budi
Cinta
juga harus pake akal. Jangan mencintai secara gila-gilaan, sehingga ditipu pun
tidak sadar. Orang yang mencintai juga harus tahu batas, kapan dia bisa memanjakan
kekasihnya, memarahinya, atau meninggalkannya. Cinta tidak boleh buta. Duh..
hari gini, tetap saja masih ada orang yang mencintai secara buta, sehingga
semuanya dikorbankan, termasuk uang, keluarga, dan sebagainya.
Berkembang
Cinta
sejati itu mengembangkan. Saya setuju dengan prinsip ini. Orang yang saling
mencintai ingin pasangannya lebih baik, lebih pintar, lebih bijak. Hubungan
mereka menjadi dasar untuk mengembangkan diri seutuhnya.
Namun,
ada kalanya upaya mengembangkan diri itu mengancam hubungan. Misalnya, istri
dapat promosi di luar kota, dan harus meninggalkan keluarganya. Sementara, si
suami merasa, bahwa urusan di rumah terlalu banyak untuk diurusnya sendiri,
maka ia tidak setuju dengan rencana itu.
Berkembang
juga harus tahu batas. Jangan sampai perkembangan diri justru malah
menghancurkan hubungan. Percayalah, kesuksesan tidak ada artinya, kalau anda
tidak punya orang yang bisa diajak untuk berbagi kesuksesan itu. Kebahagiaan
itu bersifat sosial, dan tidak pernah bersifat semata individual.
Paradoks
Esensi
terdalam cinta, menurut saya, adalah paradoks. Paradoks itu artinya dua hal
yang bertentangan, namun bisa menyatu, dan menciptakan sesuatu. Misalnya, anak
itu sekaligus benci dan cinta pada ayahnya, atau orang itu sekaligus lembut dan
keras pada saat bersamaan. Intinya, dua hal yang bertentangan justru bisa menyatu
secara harmonis.
Cinta
pun juga paradoks. Di dalamnya, orang bisa merasakan benci dan sayang pada
waktu yang sama. Cinta juga bisa bertahan, jika orang tidak terlalu mengikat
pasangannya. Justru dengan melepas orang yang disayangi, maka cinta akan
bertumbuh. Sebaliknya, dengan diikat, orang yang dicintai justru akan pergi.
Kalau
kata orang dulu, mencintai itu seperti menggengam pasir. Semakin kita kuat
menggengam, semakin cinta itu jatuh. Sebaliknya, jika kita menggenggam dengan
santai, maka pasir/cinta itu akan tetap di tangan kita. Jadi, cinta itu memang
mirip pasir. Pasir adalah bahan dasar bangunan material, sementara cinta adalah
bahan dasar bangunan spiritual.
Intinya,
pacaran itu harus punya cinta. Dan, cinta itu harus dihidupi dengan enam
komponen, yakni komponen hasrat (1), kehadiran (2), kemampuan memberi ruang untuk
berkembang (3), komitmen (4), harus pakai akal budi (5), dan dijalankan dengan
penuh kesadaran akan paradoks hidup (6). Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, kita
pacaran! Yuk, belajar mencintai!
sumber :
Oleh Reza
A.A Wattimena
0 komentar:
Posting Komentar