Rumah itu
.....
Bagi beberapa
orang, keluarga adalah rumah yang sesungguhnya. Makan ga makan asal kumpul,
begitu kata pepatah lama. Ketika berkumpul bersama keluarga tercinta, mereka
menemukan kedamaian yang mereka harapkan. Tanpa kehangatan kasih keluarga,
hidup terasa hampa tak bermakna.
Bagi beberapa
orang lainnya, keluarga tidak memberikan kehangatan. Mereka justru menemukan
kehangatan di antara teman dan sahabat. Bagi mereka, rumah adalah rasa
kebersamaan yang dibagi di antara teman dan sahabat. Dimanapun mereka berada,
mereka selalu berusaha membuka ruang baru bagi teman dan sahabat yang baru.
Rumah adalah
rasa. Rumah tampil ke depan mata, ketika kehangatan membungkus dada. Rumah
menjadi nyata, ketika senyum dan tawa menggores di bibir. Rumah menjadi hidup,
ketika kebahagiaan bisa dibagi di antara orang-orang terkasih.
Rumah juga
adalah perspektif. Ia tampil, ketika kita melihat dunia dengan kaca mata yang
tepat. Ia terlihat, ketika kita membersihkan diri dari bercak-bercak kotor yang
membuat kabur sudut pandang kita. Rumah menjadi tak hanya kata, ketika pikiran
dan realita berjalan bergandengan tangan.
Sedihnya,
banyak orang tidak menemukan rumah dalam hidupnya. Mereka boleh saja memiliki
rumah mewah dan harta berlimpah. Namun, kehangatan dan kedamaian yang sejati
tetap tak tergapai di dalam jangkauan tangannya. Yang tersisa hanya buih-buih
kemewahan kosong yang dibungkus dengan gemerlap permata.
Jika orang
tak mampu menemukan rumah dalam hidupnya, ia akan menderita. Ia akan terus
merasa kesepian, walaupun dikelilingi oleh keluarga, teman dan sahabat. Ia
mengalami paradoks masyarakat modern: kesepian di tengah jutaan orang. Tak
jarang, orang bunuh diri untuk lepas dari kesepian dan penderitaan.
Ada kalanya,
keluarga dan sahabat tidak bisa menyediakan rumah yang kita harapkan.
Sebaliknya, mereka justru menjadi perusak rumah dan pencipta kesepian.
Penolakan dan penilaian datang dari mata dan mulut mereka. Kita justru merasa
hampa dan menderita, ketika bersama mereka.
Namun, kita
harus sadar, bahwa rumah sejatinya adalah sudut pandang dan rasa. Ia tidak
datang dari luar, melainkan dari dalam diri. Maka, kita perlu mencari rumah di
dalam diri kita sendiri di sini dan saat ini. Rumah tidak terletak di masa
depan sebagai harapan, melainkan sebagai kesadaran yang sepenuhnya berpijak
disini dan saat ini.
Oleh Reza A.A Wattimena
0 komentar:
Posting Komentar