Filsafat Politik
sebagai Filsafat Kesadaran
Filsafat
politik, pada hakekatnya, adalah filsafat kesadaran. Esensi dari filsafat
politik adalah filsafat kesadaran. Dua konsep ini, yakni filsafat politik dan
filsafat kesadaran, tentu perlu dijelaskan terlebih dahulu. Mari kita mulai
dengan arti dasar dari filsafat.
Filsafat
adalah pemahaman tentang kenyataan yang diperoleh secara logis, kritis,
rasional, ontologis dan sistematis. Kenyataan berarti adalah segala yang ada,
mulai dari jiwa manusia, politik, ekonomi, budaya, seni sampai dengan
kesadaran. Logis berarti filsafat menggunakan penalaran akal budi manusia.
Filsafat bukanlah mistik yang melepaskan diri dari penalaran akal budi.
Pandangan
yang rasional adalah buah dari penalaran semacam ini. Rasional berarti suatu
pernyataan atau pemahaman bisa diterima dengan akal budi, lepas dari latar
belakang orang yang mendengarnya. Orang bisa berasal dari agama apapun,
termasuk ateis, namun tetap bisa memahami pernyataan tersebut. Kritis berarti
filsafat selalu mempertanyakan segala sesuatu, termasuk jawaban yang
dihasilkannya sendiri.
Dalam
arti ini, filsafat tidaklah pernah selesai. Ia bersifat terbuka, dan selalu
berakhir dengan pertanyaan baru. Ia bagaikan petualangan intelektual yang tak
pernah berhenti. Pertanyaan dan jawaban diarahkan pada unsur dasar, atau
hakekat, dari apa yang dibicarakan. Inilah yang disebut sebagai ciri ontologis
dari filsafat, yakni menggali sampai ke dasar dari apa yang sedang menjadi tema
diskusi. Semua bentuk jawaban dan pertanyaan di dalam filsafat kemudian
dirumuskan secara sistematis, yakni runtut, jelas, mudah dimengerti serta
terhindar dari segala bentuk lompatan logika ataupun pertentangan.
Filsafat
politik dan filsafat kesadaran berdiri di dalam bayang-bayang definisi filsafat
di atas. Filsafat politik adalah cabang dari filsafat yang hendak memahami
hakekat dari kehidupan politik manusia, dan memberikan arahan tentang cara
menciptakan politik yang mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi semua.
Filsafat kesadaran adalah cabang filsafat yang hendak memahami hakekat dari
kesadaran manusia. Keduanya menggunakan metode yang bersifat logis, kritis,
rasional, ontologis dan sistematis.
Filsafat
politik hendak menemukan ide dan prinsip yang memungkinkan adanya masyarakat,
atau komunitas, dalam segala bentuknya. Inilah yang disebut sebagai pendekatan
deskriptif di dalam filsafat politik. Pendekatan ini nantinya berkembang
menjadi ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, ekonomi, politik, hukum dan ilmu
budaya. Namun, filsafat politik tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga
normatif: ia menawarkan prinsip-prinsip yang memungkinkan suatu komunitas
mencapai perdamaian, keadilan dan kemakmuran bersama.
Dua prinsip yang
penting di dalam filsafat politik, yakni keadilan dan kesetaraan. Ada beragam
arti dari konsep keadilan dan kesetaraan. Filsafat politik hendak mengupas dan
mengembangkan beragam arti tersebut, dan melihat kemungkinan penerapannya di
berbagai keadaan. Dua prinsip ini menjadi nyata, ketika ia menjadi prinsip
utama di dalam berbagai institusi publik yang menata keadaan politik sebuah
komunitas.
Filsafat
politik juga memiliki ciri kritis. Ia tidak pernah puas dengan satu jawaban.
Tidak ada jawaban final. Yang ada adalah proses diskusi terus menerus, sehingga
pandangannya bisa terus menyesuaikan dengan keadaan dunia yang terus berubah
dengan cepat sekarang ini.
Akan
tetapi, setelah mendalami beragam pandangan filsafat politik, saya sampai pada
pendapat, bahwa semua teori akan percuma, jika ia tidak bisa diterjemahkan ke
dalam institusi, dan sungguh membawa perubahan nyata di dalam kehidupan
bersama. Artinya, inti dasar dari filsafat politik adalah pembangunan
institusi-institusi di dalam masyarakan yang mendorong keadilan dan kemakmuran
bagi semua. Namun, bagaimana cara membangun institusi-institusi tersebut?
Satu
cara adalah dengan memrumuskan regulasi, atau aturan, yang tepat. Namun, aturan
setepat dan seketat apapun tidak akan mampu membangun institusi yang cocok
untuk pengembangan masyarakat. Aturan-aturan itu justru akan dipelintir untuk
kepentingan-kepentingan korup tertentu, dan akhirnya mengorbankan kepentingan
bersama. Ini sudah terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia.
Maka,
kita perlu pendekatan lain. Aturan dan institusi yang kokoh tidak dapat
dibangun, tanpa adanya manusia-manusia bermutu. Mutu dalam arti ini adalah etos
hidup yang unggul, seperti jujur, rajin, mau bekerja keras dan bisa bekerja
sama. Maka, pembentukan manusia-manusia bermutu adalah jalan yang perlu
dilakukan terlebih dahulu. Pembentukan manusia bermutu berarti perubahan
kesadaran mendasar pada tingkat pribadi.
Dapat juga dikatakan,
bahwa tata institusi tidak akan pernah mencukupi, tanpa adanya perubahan
kesadaran secara mendasar. Dititik inilah filsafat kesadaran memainkan
peranannya untuk menunjang filsafat politik. Sama seperti filsafat politik,
filsafat kesadaran memiliki dua pendekatan, yakni deskriptif (memahami
kesadaran manusia sebagaimana adanya) dan normatif (membentuk kesadaran
manusia, sehingga bisa sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya). Untuk
melakukan dua hal ini, filsafat kesadaran tidak bisa hanya menimba ilmu dari
ilmu pengetahuan dan filsafat barat saja, tetapi juga dari filsafat timur.
Kesadaran
manusia bukanlah otaknya. Maka, kesadaran tidak dapat dipahami dengan
pendekatan biologis atau neurologis (saraf) semata. Kesadaran juga bukanlah
semata fenomena empiris yang bisa ditangkap dengan indera manusia. Lebih dari
itu, kesadaran juga bukanlah semata konsep yang bisa dipahami dengan akal budi
manusia.
Penelitian
tentang kesadaran, sampai pada titik paling dalam, menunjukkan, bahwa konsep
ini kosong. Tidak ada kesadaran di dalam diri manusia. Lebih tepat dirumuskan,
tidak ada kata dan konsep yang sanggup menjelaskan makna kesadaran secara
memadai. Maka dapat juga disimpulkan, bahwa memahami kesadaran manusia berarti
menyadari sepenuhnya, bahwa ia kosong secara konseptual.
Oleh Reza A.A Wattimena
0 komentar:
Posting Komentar