Filsafat Ilmu - Perkembangan Pemikiran Manusia
Bagi manusia modern sekalipun,
pemikiran mitologis bukanlah sesuatu yang asing dan begitu jauh dengan diri
manusia. Kita semua kenal dengan dunia mistis dan upacara-upacara magis masih
berada disekitar kita, karena para orangtua dan guru kita seringkali
menuturkannya.
Upacara-upacara magis terjadi
disekitar kita pada saat memulai bercocok tanam, masa panen, pindah rumah baru
dan sebagainya. Kita juga sering menyaksikan dan mendengarkan cerita-cerita tentang
kesaktian seorang dukun (paranormal) melalui kekuatan magis kerisnya,
kitab-kitab sucinya dan lain-lain.
Pemikiran mistis merupakan suatu
pola pikir yang menyatakan bahwa diri manusia berada didalam kungkungan
kekuatan gaib alam (hukum-hukum alam) dan para dewa. Hal itu membuktikan bahwa
itu bukan sesuatu yang diada-adakan, melainkan benar-benar ada. Lebih tepat
lagi, hal itu dipahami sebagai gejala manusiawi belaka.
Memang, pemikiran mistis secara
jelas tampak pada kebudayaan primitif, dimana tingkah laku manusia secara
langsung melibatkan diri dengan para dewa sebagai sumber kekuatan alam yang
serba misterius. Dunia seperti itu masih belum dikacaukan oleh campur tangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sering kita memahami bahwa kebudayaan primitif itu
diisi oleh sikap pasrah dan menyerah, tulus dan ikhlas pada kekuatan-kekuatan
ghaib.
Manusia primitif masih sangat
sederhana, dan hidup hanya dengan mengikuti hukum-hukum alam. Karena itu,
kehidupan mereka statis, tidak perubahan dan perkembangan. Tetapi jika diamati
lebih cermat, sebenarnya tidaklah begitu sederhana. Didalamnya telah ada
kaidah-kaidah yang dipakai sebagai pedoman bertingkahlaku sosial. Dalam masalah
perkawinan, misalnya, sudah ada larangan bagi pemuda dan pemudi tertentu untuk
berhubungan. Masalah sosial politik pun sudah ada, yaitu kadang kita dengar
adanya pembunuhan atau pengucilan terhadap sejumlah orang yang melanggar
kaidah-kaidah sosial. Kadang juga terjadi perang antar suku dan sebagainya. Hal
ini membuktikan bahwa mitos bukanlah dongeng belaka, melainkan lebih sebagai
suatu buku pedoman bagaimana hidup itu diselenggarakan.
Selanjutnya, pemikiran mitologis
seringkali dipahami sebagai pemikiran yang tidak logis atau tidak ilmiah.
Pemikiran ini secara positif dipahami sebagai awal dari perkembangan pemikiran
manusia. Pemikiran mitologis kemudian disebut sebagai “pra-logis” atau
pemikiran kekanak-kanakan. Memang sifat kesederhanaannya sangat menonjol.
Ketika mereka sedang ditimpa wabah penyakit, pemikirannya memastikan bahwa
dewaa sedang murka.
Oleh karena itu, diadakanlah upacara-upacara dan
sesaji-sesaji. Lebih dari sekadar memohon pengampunan kepada dewata, upacara
dan sesaji itu cenderung difungsikan sebagai cara mendidik diri agar tabah
dalam mendapatkan kekuatan gaib untuk menghadapi segala ancaman baik dari para
dewa maupun dari alam. Hal ini berarti dengan logika yang amat sederhana itu,
masyarakat primitif telah mempunyai sikap menghadapi dan mengatasi alam. Jadi
tidaklah hanya pasrah dan menyerah begitu saja.
Untuk lebih mendapatkan kejelasan
mengenai arti pemikiran mitologis, ada baiknya mempertimbangkan
fungsi-fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
Mitos dalam bahasa Inggris berarti
“myth”, yang berarti “dongeng” atau “suatu cerita buatan”. Biasanya dongeng
dibuat untuk memberikan pedoman agar tingkah laku dan perbuatan manusia lebih
terarah. Tentu saja terarah kepada kebaikan-kebaikan.
Mitos bukan hanya cerita-cerita penghibur tau laporan
berbagai peristiwa alam saja. Lebih dari itu, mitos merupakan suatu rangkaian
yang panjang dan mampu menggetarkan jiwa yang kemudian bisa mendorong manusia
untuk mengarahkan tingkah lakunya sehingga bisa tercipta suatu kebijaksanaan
hidup.
Jadi, sebenarnya didalam pikiran mitologis manusia
telah mulai memerankan diri sebagai subjek terhadap alam. Hanya saja belum ada
kemampuan sebagai subjek yang utuh dan bulat. Maksudnya, didalamnya masih ada
rongga-rongga dan celah-celah dimana kekuatan alam sebagai objek masih dapat
menerobos dan membelenggu pikiran. Karena subjektivitas inilah, manusia mudah
melebur dengan sesamanya, dan antara manusia dengan alam berada secara rapat
atau tidak ada jarak pemisah. Akibatnya, posisi manusia cenderung integral
dengan alam. Karena itu, ketergantungannya terhadap alam sangat dominan didalam
hidup dan kehidupannya.
Alam pikiran mitologis yang bersumber dari daya batin
manusia atas pengalaman hidupnya, jelas disusun untuk kepentingan-kepentingan
tertentu. Jika direnungi terhadap sesama, rupanya mitos itu terarah kepada
terciptanya suatu cara melahirkan kesadaran manusia, bahwa diluar dirinya ada
kekuatan-kekuatan alam yang dahsyat dan ajaib. Dengan mitos, manusia berharap
agar dapat mengatasi berbagai kekuatan alam gaib yang berpengaruh besar
terhadap kehidupaannya. Dengan kata lain, alam gaib dihayati sebagai alam suci
yang kekuatannya mempengaruhi alam kehidupan sehari-hari manusia. (alam gaib
sering disebut sebagai alam atas sedangkan alam kehidupan sehari-hari sering
diidentikkan dengan alam bawah).
Dengan demikian, alam pikiran mitologis mempunyai
ciri-ciri khusus seperti : belum adanya kesadaran diri (identitas diri), diri
manusia adalah integral dari alam dan masyarakatnya, ada kekuatan dahsyat dari
para dewa dan alam yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan, dan tegasnya
manusia belum mampu berdiri ssebaga subjek yang utuh dan bulat.
0 komentar:
Posting Komentar