Tidak Perlu Belajar Filsafat?
Filsafat Tidak Perlu,
Jika…
Beberapa ide
tercetus di kepala. Kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita ingin hidup
ikut arus. Kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita mau sekedar mengikuti
kebiasaan lingkungan sosial kita. Ketika mereka berlari, kita berlari, walaupun
arah lari tersebut menuju jurang penuh nestapa, baik dalam bentuk kehancuran
diri kita, walaupun kehancuran alam.
Kita juga
tidak perlu filsafat, jika kita ingin ditipu. Ditipu oleh siapa? Oleh beragam
pihak, yakni mulai dari iklan bujuk rayu penuh kepalsuan, sampai dengan
politikus busuk tanpa kesadaran politik yang sekedar butuh suara di dalam
pemilihan umum. Kita juga tidak perlu mendalami filsafat, jika kita ingin diadu
domba satu sama lain oleh kepentingan dan kekuasaan di balik layar.
Filsafat juga
tidak diperlukan, ketika kita menikmati hidup dalam irasionalitas. Artinya,
kita tidak perlu belajar filsafat, jika kita tidak perlu memahami rantai sebab
akibat yang membentuk hidup kita sekarang ini. Ini juga berarti, kita hidup
dalam kebodohan. Kita melempar kesalahan ke orang lain atau justru kepada
Tuhan, dan lupa berkaca untuk melihat ke dalam diri kita sendiri.
Kita tidak
perlu belajar filsafat, jika kita senang berpikir kacau balau. Artinya, kita
berpikir tanpa hubungan logis yang jelas, serta dengan mudah menarik kesimpulan
yang salah. Jika pikiran kita kacau, tindakan kita pun juga kacau. Beragam
masalah yang kita hadapi justru menjadi besar, dan melahirkan masalah-masalah
baru.
Untuk orang yang menikmati
kekacauan seperti ini, filsafat jelas tidak diperlukan.
Lintas Tradisi
Namun,
filsafat yang hanya menekankan pemikiran belaka juga berbahaya. Kita akhirnya
tidak bisa membedakan, mana kenyataan yang sebenarnya, dan mana yang merupakan
ciptaan dari pikiran kita. Kita sibuk dengan konsep, dan lupa kembali ke
kenyataan yang sejatinya tanpa nama dan tanpa konsep. Jika ini terjadi, kita
hidup dalam penderitaan, dan akhirnya membuat orang lain juga menderita.
Oleh karena
itu, kita juga perlu belajar jalan pembebasan di tradisi Timur, yakni filsafat
Zen. Zen membebaskan kita dari beragam konsep yang mengepung kepala kita. Zen
mengajak kita melihat kenyataan apa adanya, sebelum kenyataan tersebut
dibungkus oleh konsep, penilaian dan analisis yang dibuat pikiran kita. Namun,
jika kita senang hidup dalam ilusi yang berbuah penderitaan, Zen juga tidak
diperlukan.
Percikan
pikiran ini lahir dari persentuhan saya dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Ia juga lahir dari upaya saya untuk memahami, siapa diri saya sebenarnya, tidak
hanya dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia, tetapi juga sebagai warga
semesta yang meliputi jutaan jenis mahluk hidup maupun benda-benda angkasa
lainnya. Percikan pikiran ini juga lahir dari dorongan batin untuk mencapai
pencerahan, baik bagi diri saya maupun bagi semua mahluk hidup. Jika anda tidak
membutuhkan pencerahan dan kejernihan di dalam hidup anda, anda bisa melupakan
tulisan ini.
Anda tidak perlu filsafat…
Oleh Reza A.A Wattimena
0 komentar:
Posting Komentar