Duniaku
Galau
Kita, rupanya, hidup di dunia yang galau. Orang-orang di dalam dunia ini
selalu dalam gerak cepat. Mereka merasakan kegalauan di hati mereka. Mereka
selalu ingin mencapai sesuatu di luar diri mereka, dan selalu ingin mengubah,
atau memperbaiki sesuatu. Apakah anda merasakan hal yang sama?
Apakah rasa galau dan tidak tenang ini sesuatu yang secara alamiah ada di
dalam diri manusia? Ataukah peradaban dan lingkungan sosial mengubah kita
menjadi mahluk-mahluk yang galau, yang selalu merasa harus mengejar sesuatu di
luar diri kita? Inilah yang menjadi pertanyaan dasar Konersmann.
Filsafat modern melihat kegalauan dengan cara yang berbeda. Kegalauan
dianggap sebagai sumber dari inspirasi dan kreativitas. Ia diperlukan, supaya
orang bisa menemukan kedalaman dan kebaruan di dalam berpikir.
Kita masih menemukan jejak-jejak pemikiran ini di jaman kita hidup. Orang
yang tampak galau dan gelisah adalah orang-orang yang dianggap sibuk dan
kreatif. Namun, apakah begitu kenyataannya? Apakah kreativitas lahir dari
kegalauan dan ketegangan batin?
Bukankah fakta sebaliknya juga tampak. Orang-orang yang galau dan tegang
justru jatuh ke dalam kecanduan narkoba, depresi dan bahkan bunuh diri. Mereka
justru jauh dari kreativitas. Dan bukankah justru orang-orang yang bisa
menemukan kedamaian yang mendalam di dalam hatinya mampu melihat dunia dari
sudut pandang yang baru, yang tak diketahui orang-orang lainnya?
Di dalam peradaban Timur, yang berkembang di India, Indonesia, Cina,
Jepang dan Korea, dunia adalah sesuatu yang sudah sempurna. Hukum-hukum alam
sudah begitu jelas, dan kita tinggal mengalami dan menjalankannya. Manusia
adalah mahluk yang sejatinya sudah selalu memiliki kedamaian dan kebijaksanaan
di dalam dirinya. Orang hanya perlu melihat ke dalam dirinya secara seksama,
dan sampai pada kejernihan, kebahagiaan dan juga kreativitas.
Dunia yang galau adalah hasil dari kesalahan berpikir. Sebenarnya, tidak
ada yang perlu dikejar. Galau dan gelisah pun hanya permukaan dangkal dari
kedamaian batin yang mendalam yang ada di dalam diri manusia. Jika seluruh
dunia menyadari ini, dan melepaskan pandangan kegalauan yang tersebar sekarang,
perdamaian dunia pun tidak hanya sekedar impian. Ia sungguh menjadi nyata.
sumber : Oleh
Reza A.A Wattimena
0 komentar:
Posting Komentar